Museum yang dibangun
secara pribadi oleh almarhum Prof. Dr. dr. KPH Soejono Prawiro Hadi
Kusumo, SpS, SpKj.K di atas lahan seluas 11.000 m2, dipandang selesai
pada tahun 1987. Namun peresmian museum ini oleh Sri Paduka Paku Alam
VIII, baru terlaksana tanggal 5 Januari 1991, sekalian syukuran atas
gelar doktor yang diraih almarhum. Demikian diungkapkan RM. Donny
Megananda, S.Si, MM penanggung jawab museum di komplek museum Kekayon,
Selasa (11/09)
Baca selengkapnya >
Cita-cita mendirikan museum wayang berawal saat
KPH Soejono mengunjungi salah satu museum di Belanda. Ketika itu
seorang penjaga museum mengatakan pada KPH Soejono bahwa adalah dosa
besar kalau sampai di Yogyakarta sebagai salah satu pusat budaya Jawa,
tidak ada museum wayangnya. Beliau sendiri kata Donny (putra almarhum)
sangat mencintai budaya Jawa dan pemerhati budaya, walau disiplin
ilmunya adalah kedokteran syaraf. Kembali dari studi S2 di Belanda pada
tahun 1970, ia mulai membeli wayang dengan uang pribadinya. Wayang
pertama yang dibeli adalah wayang kresna yang diberi nama “kyai
panuntun”.
Pada kisaran tahun 1979/1980 KPH Soejono
membeli tanah di Jln. Yogya-Wonosari seluas 11.000 m2 untuk dijadikan
museum wayang. Museum bagi beliau adalah klangenan. Namun tujuannya
pasti, yakni untuk melestarikan budaya tradisional, wahana pendidikan
dan penelitian, wisata dan rekreasi yang boleh dinikmati masyarakat.
Donny mengakui bahwa wayang-wayang koleksi museum yang tertua hanya
buatan tahun 1950. KPH Soejono mengumpulkan berbagai jenis wayang dari
bumi nusantara maupun manca negara sampai akhir hayatnya tahun 2005.
Sumbangan koleksi wayang museum ini didapat juga dari sumbangan Wisnu
Wardana, kyai Sukasman dan Sapto Raharjo.
Pembangunan museum dimulai 1980 dengan membangun ndalem, agar wayang yang dikumpulkan mempunyai rumah. Ndalem tersebut harus seuai konsep rumah Jawa yang komplit yakni yang memiliki : kuncung, longkang, pendopo, primnggitan, ndalem, sarehan tengah (tempat ibadah dan benda-benda pusaka), sentong kiwo, sentong tengen, ngemper kulon dan ngemper wetan. Kini selain ndalem ada 10 unit bangunan untuk museum yang terdirim dari 8 unit bangunan museum, 1 unit bangunan storage dan 1 unit bangunan konservasi/perawayan wayang, ditambah juga dengan bangunan kantor dan gudang museum.
Nama kekayon diambil dari atribut wayang yang paling sentral yakni gunungan. Untuk memulai lakon sebuah wayang, yang pertama ditancapkan oleh dalang adalah gunungan. Menurut Donny, kekayon sendiri berarti pohon kehidupan yang menggambarkan alam semesta. Pada zaman dulu, pergelaran wayang digunakan oleh para wali untuk syiar agama Islam. Itulah sebabnya mengapa bentuk wayang tidak menyerupai ujud manusia yang sempurna, karena dalam islam tidak diperolehkan adanya personifikasi. Sehingga bentuk wayang saat ini yang menjadi ciri khas Indonesia, bukan lagi benuansa hindu, akan tetapi sudah menuansa Islami.
Museum kekayon memiliki kurang lebih 40 jenis wayang beserta kebudayaan yang mengiringinya. Sedangkan koleksi wayang yang dimiliki antara 5000 – 6000 buah termasuk busana wayang. Paling banyak adalah wayang Jawa, termasuk wayang kreasul (kreasi tanpa lupa asal-usul) dan wayang suket. Selain wayang Jawa, wayang nusantara yang dimiliki museum ini antara lain : wayang Bali, Madura, Lombok, golek Sunda dan golek Cirebon serta topeng Kalimantan. Wayang dari manca Negara : wayang Potehi dari Cina, wayang Thailand an India serta Amerika.
Bangunan museum pertama berisikan : contoh pagelaran wayang purwo, wayang era lokapala, era mahabrata dan era Ramayana. Bangunan kedua berisikan : wayang budalan astina, adegan karno tanding, jejeran kerajaan Astina, silsilah dinasti barata, wayang geculan (pelawak), adegan pasetran gandamayit, era pasca barata yuda, parapatan agung para dewa, wayang krucil (menak jinggo) dan wayang madya angling dharma. Bangunan ketiga berisikan : wayang madya Surakarta, wayang beber Sukarta, wayang gedhog Yogyakarta, wayang madya, purwa dan gedhog serta busana wayang. Bangunan keempat berisikan : wayang purwa, purwa gaya Purworejo, suluh, kancil, klithik gaya Banyuwangi dan Tulungagung dan klithik gaya Yogyakarta.
Bangunan kelima berisikan : wayang pothehi ebntuk golek dan kulit dari Cina, wayang purwa dari karton, wayang kaper, wayang kreasul (kreasi tanpa lupa asal-usul), kidang kecono dan wayang-wayangan. Bangunan keenam berisikan : wayang golek tengul, cepak, purwa gaya Sentolo, purwa gaya Sunda, wayang golek menak, wayang wahyu (kristiani), wayang Bali dan gambaran pengaruh wayang dalam masyarakat. Bangunan ketujuh berisikan : wayang tokoh 100 kurawa, wayang diponegaran, wayang kisah kerajaan Demak dan Pajang. Bangunan kedelapan berisikan : pagelaran mini, wayang orang plus busana wayang dan topeng gaya Yogyakarta. Donny juga mengatakan bahwa sampai wafat ayahandanya, di rumah masih tersimpan 1 kotak wayang ramayana dari Thailan.
Sebagai salah satu objek wisata pendidikan, jumlah pengunjung ke museum Kekayon dalam setahun menurut Donny berkisar 4000 – 5000 orang. Dengan retribusi Rp. 7.000 / orang untuk pengunjung domestik dan Rp. 10.000 /orang asing, masih jauh dari kebutuhan rutin untuk pengelolaan museum itu sendiri. Namun cita-cita luhur yang telah ditorehkan Ayahanda untuk melestarikan budaya wayang, akan terus kami pertahankan. Dengan tenaga kebersihan museum 8 orang, museum Kekayon terbuka untuk pengunjung setiap harinya dari jam 08.00 sampai 14.30. Untuk kelompok siswa dan mahasiswa diberi discount 10 %. Namun Donny juga menekankan bahwa bahwa prinsipnya museum Kekayon tidak menolak tamu. Retribusi bisa disesuaikan dengan budget yang dimiliki rombongan pengunjung. ( Yan / Fernandez )
----------------------------------------------
Museum Kekayon : d/a. Jln. Yogyakarta – Wonosari No. 127 Baturetno, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.
CP. Mulyono – Telp. ( 0274 ) 267 2900
Pembangunan museum dimulai 1980 dengan membangun ndalem, agar wayang yang dikumpulkan mempunyai rumah. Ndalem tersebut harus seuai konsep rumah Jawa yang komplit yakni yang memiliki : kuncung, longkang, pendopo, primnggitan, ndalem, sarehan tengah (tempat ibadah dan benda-benda pusaka), sentong kiwo, sentong tengen, ngemper kulon dan ngemper wetan. Kini selain ndalem ada 10 unit bangunan untuk museum yang terdirim dari 8 unit bangunan museum, 1 unit bangunan storage dan 1 unit bangunan konservasi/perawayan wayang, ditambah juga dengan bangunan kantor dan gudang museum.
Nama kekayon diambil dari atribut wayang yang paling sentral yakni gunungan. Untuk memulai lakon sebuah wayang, yang pertama ditancapkan oleh dalang adalah gunungan. Menurut Donny, kekayon sendiri berarti pohon kehidupan yang menggambarkan alam semesta. Pada zaman dulu, pergelaran wayang digunakan oleh para wali untuk syiar agama Islam. Itulah sebabnya mengapa bentuk wayang tidak menyerupai ujud manusia yang sempurna, karena dalam islam tidak diperolehkan adanya personifikasi. Sehingga bentuk wayang saat ini yang menjadi ciri khas Indonesia, bukan lagi benuansa hindu, akan tetapi sudah menuansa Islami.
Museum kekayon memiliki kurang lebih 40 jenis wayang beserta kebudayaan yang mengiringinya. Sedangkan koleksi wayang yang dimiliki antara 5000 – 6000 buah termasuk busana wayang. Paling banyak adalah wayang Jawa, termasuk wayang kreasul (kreasi tanpa lupa asal-usul) dan wayang suket. Selain wayang Jawa, wayang nusantara yang dimiliki museum ini antara lain : wayang Bali, Madura, Lombok, golek Sunda dan golek Cirebon serta topeng Kalimantan. Wayang dari manca Negara : wayang Potehi dari Cina, wayang Thailand an India serta Amerika.
Bangunan museum pertama berisikan : contoh pagelaran wayang purwo, wayang era lokapala, era mahabrata dan era Ramayana. Bangunan kedua berisikan : wayang budalan astina, adegan karno tanding, jejeran kerajaan Astina, silsilah dinasti barata, wayang geculan (pelawak), adegan pasetran gandamayit, era pasca barata yuda, parapatan agung para dewa, wayang krucil (menak jinggo) dan wayang madya angling dharma. Bangunan ketiga berisikan : wayang madya Surakarta, wayang beber Sukarta, wayang gedhog Yogyakarta, wayang madya, purwa dan gedhog serta busana wayang. Bangunan keempat berisikan : wayang purwa, purwa gaya Purworejo, suluh, kancil, klithik gaya Banyuwangi dan Tulungagung dan klithik gaya Yogyakarta.
Bangunan kelima berisikan : wayang pothehi ebntuk golek dan kulit dari Cina, wayang purwa dari karton, wayang kaper, wayang kreasul (kreasi tanpa lupa asal-usul), kidang kecono dan wayang-wayangan. Bangunan keenam berisikan : wayang golek tengul, cepak, purwa gaya Sentolo, purwa gaya Sunda, wayang golek menak, wayang wahyu (kristiani), wayang Bali dan gambaran pengaruh wayang dalam masyarakat. Bangunan ketujuh berisikan : wayang tokoh 100 kurawa, wayang diponegaran, wayang kisah kerajaan Demak dan Pajang. Bangunan kedelapan berisikan : pagelaran mini, wayang orang plus busana wayang dan topeng gaya Yogyakarta. Donny juga mengatakan bahwa sampai wafat ayahandanya, di rumah masih tersimpan 1 kotak wayang ramayana dari Thailan.
Sebagai salah satu objek wisata pendidikan, jumlah pengunjung ke museum Kekayon dalam setahun menurut Donny berkisar 4000 – 5000 orang. Dengan retribusi Rp. 7.000 / orang untuk pengunjung domestik dan Rp. 10.000 /orang asing, masih jauh dari kebutuhan rutin untuk pengelolaan museum itu sendiri. Namun cita-cita luhur yang telah ditorehkan Ayahanda untuk melestarikan budaya wayang, akan terus kami pertahankan. Dengan tenaga kebersihan museum 8 orang, museum Kekayon terbuka untuk pengunjung setiap harinya dari jam 08.00 sampai 14.30. Untuk kelompok siswa dan mahasiswa diberi discount 10 %. Namun Donny juga menekankan bahwa bahwa prinsipnya museum Kekayon tidak menolak tamu. Retribusi bisa disesuaikan dengan budget yang dimiliki rombongan pengunjung. ( Yan / Fernandez )
----------------------------------------------
Museum Kekayon : d/a. Jln. Yogyakarta – Wonosari No. 127 Baturetno, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.
CP. Mulyono – Telp. ( 0274 ) 267 2900
Tidak ada komentar:
Posting Komentar